- Jika bahagia adalah suatu pujian, tatkala pujian sering terlontarkan lama-lama juga akan menjadi biasa saja.
- Jika bahagia adalah sebuah materi (uang), dari hasil suatu survey kepada para profesional ternyata berapapun sallary yang diberi masih saja terasa kurang serta tidak membuat merasa bahagia, dan banyak orang-orang yang berlimpah harta hidupnya tidak tenang dan hampa.
- Jika bahagia adalah suatu jabatan, tatkala telah mencapai titik puncak pun masih terus terasa kurang.
- Jika bahagia adalah memiliki kendaraan mewah, ternyata bahagia hanya sebentar saja, setelah itu kembali merasa biasa.
- Jika bahagia adalah pasangan yang selalu memperhatikan, ternyata setelah terus diperhatikan ada saja kekurangan lain yang membuat kita menjadi tidak bahagia.
- dst. dst. dst..
Karena apa yang kita sebut selama ini sebagai kebahagiaan adalah suatu fatamorgana yang tampak menyenangkan, namun akan dengan mudah hilang dan kembali menjadi netral atau bahkan negatif. Karena bukan itulah makna sesungguhnya kebahagiaan tersebut.
“kalau anda jadikan KEBAHAGIAAN jadi tujuan hidup.hampir pasti ditakdirkan anda GAGAL! Perasaan adalah TIDAK STABIL,ibarat rolercoster yg naik turun.Kebahagiaan mrpkn bagian dari perasaan tidak dapat diandalkan sebagai ukuran SUKSES.upaya mengejar kebahagiaan terus menerus alasan utama begitu banyk orang nelangsa.” (saya ambil dari buku John C.Maxwell)
Nah inilah jawabannya :
“Ketahuilah, didalam tubuh itu ada segumpal daging. Bila ia baik, maka baik pulalah seluruh tubuh. Dan apabila ia rusak, maka rusak pulalah seluruh tubuh. Ketahuilah ia adalah hati” (HR. Bukhari –Muslim)
Disebutkan bahwa SQ (Spiritual Quotient/Kecerdasan Spiritual) lah yang mampu memberikan ketenangan tertinggi, bukan IQ ataupun EQ. Ketika manusia pasrah secara spiritual, ketika merasa kemampuannya telah habis, ketika manusia tidak berdaya dihadapan Sang Illahi, justru saat itulah kecerdasan spiritual mengambil peranan penting.
SQ dengan leluasa memberikan ketenangan secara fantastis sehingga fungsi IQ (otak neo cortex) dan EQ (amygdala) kembali stabil dan berfungsi normal.
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha, lagi di ridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku,dan masuklah dalam surga-Ku” (QS.Al-Fajr : 27-30)
Berapa kali disebutkan di dalam Al-Quran tentang Qalbu, yang membuat manusia sebagai hamba-Nya untuk selalu mengikut Qalbu/ Kata Hatinya di dalam berbuat/memutuskan sesuatu. Namun yang jadi suatu pertimbangan adalah, terkadang ada campur aduk antara suara hati,emosi dan persepsi. Yang masing-masing dipengaruhi oleh berbagai keadaan dan kondisi.
ungkin kita merasa apa yang kita lakukan sebagai suara hati, namun sebenarnya itu karena dorongan emosi. Bayangkan jika seluruh aktivitas atau perilaku kita terdorong dan termotivasi hanya karena emosi dan persepsi, bukan karena suara hati, jika ini terjadi tentunya orang akan lebih banyak mengikuti kepentingan dan prsangakanya saja, ketimbang mendengarkan & merasakan suara-suara kebaikan dari dalam hati nurani. Kegagalan mengenali suara hati ini bisa berujung pada “ketidakseimbangan tatasurya jiwa” yang banyak terjadi saat ini pada negeri ini.
“Dan kebanyakan dari mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya prasangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan” (QS.Yunus : 36)
Agar mudah mengenali belenggu-belenggu yang terbentu oleh persepsi/paradigma dan emosi yang mungkin ada dalam diri kita, ada 7 belenggu yaitu :
1.Prasangka Negatif
2.Pengaruh Prinsip Hidup (hal-hal yang diyakini secara pribadi)
3.Pengaruh Pengalaman
4.Pengaruh Kepentingan
5.Pengaruh Sudut Pandang (hanya melihat satu sudut pandang saja)
6.Pengaruh Pembanding (bandingkan diri sendiri dan orang lain)
7.Pengaruh Fanatisme
Lalu bagaimana untuk mengetahui Suara Hati atau membuat keputusan spiritual ?
Yaitu dengan menempatkan posisi diri pada posisi zero / nol. Dan menomorsatukan sifat Allah, dimana kita bertindak mendekati seperti sifat Allah (Asmaul-husna) tersebut. Walau tidak semua sifat Allah seperti Maha Kekal,Maha Mengetahui, dan lainnya yang tidak bisa ditiru oleh kita hamba-Nya, tetapi berusaha mendekatkan pada sifat-sifat Allah tersebut seperti : Keadilan, Cinta, Berhati Luas, Bijaksana, Pengasih, Kejujuran.
Pada prinsipnya simple nya yaitu dimana keputusan Sesuai Suara Hati adalah keputusan dimana sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan menghindari apa yang dilarang-Nya. Dengan cara memposisikan diri kita adalah 0, dan menomorsatukan Allah diatas segala-galanya. Jika kita seperti ini maka setiap keputusan yang dibuat akan membuat selalu hati menjadi tenang,damai, dan bahagia di jiwa. Ditambah kercerdasan lainnya IQ (logika bekerja normal) dan EQ (emosi terkendali) akan juga mengikutinya.
Contoh, apabila motivasi pengambilan keputusan didasarkan pada “keadilan dan kejujuran” maka keputusan tersebut dinamakan keputusan spiritual (suara hati).
Apabila keputusan diambil berdasarkan dorongan emosi, seperti “kemarahan dan kekecewaan”, hasilnya menjadi keputusan emosional.
Dan apabila motivasi didasarkan pada persepsi dan paradigma, seperti “prasangka negatif,kepentingan,pengaruh pengalaman” maka keputusan yang dihasilkan adalahkeputusan persepsi.
Kembali kepertanyaan tujuan hidup adalah kebahagiaan, akan menjadi jelas disini dimana itu semua bisa tercapai, walau kebahagiaan adalah bagian dari perasaan yang naik – turun namun dengan melandaskan pada prinsip tauhid, menomorsatukan Allah dalam segala bertindak, membuat kita menjadi kecil dan menganggap hidup hanyalah bagian dari senda gurau yang tidak kekal, dimana tujuannya adalah akhirat.
Penyebab munculnya emosi negatif berupa perasaan takut, marah , kecewa, khawatir dan sedih yang berlebihan, sesungguhnya bersumber dari terlalu menghambanya seseorang padayang tidak kekal (selain Allah), seperti uang, atasan, anak, orang tua, teman,dsb.
Ketika emosi negatif seperti perasaan takut, kecewa, dan marah yang berlebihan muncul, maka suara hati tidak dapat berfungsi. Ini berakibat pada tidak bekerjanya kecerdasan spiritual. Sebaliknya, ketika kita mengganti prinsip materi kita dengan yang Maha kekal, maka yang terjadi adalah perubahan emosi yang tenang. Keadaan yang tenang dan stabil ini, akan memberikan peluang bagi suara hati spiritual untuk muncul, seperti sabar, tawakal, istiqamah, terpercaya dan ikhlas.
Kesimpulannya, prinsip Tauhid akan mampu menciptakan kestabilan emosi sehingga mampu mengeluarkan potensi suara hati. Kebahagiaan yang hakiki adalah Ridha Allah semata. Selama Allah Ridha (berada di jalan-Nya) itulah kebahagiaan sebenarnya.
Jelas bahwa kebahagiaan hidup didunia dan akhirat bisa tercapai dengan keceradasan Spiritual yang terjaga..
Ketika kita mengetahui prinsip ini dimana kita tidak lagi mengharap pada sesuatu yang fana (tidak kekal) seperti uang, jabatan, kedudukan, sanjungan, kendaraan, rumah, dan lain-lain. Apa yang kita lakukan semua tulus ikhlas untuk sebagai bagian ibadah , dan ingatlah Allah Maha Adil maka kebaikan sekecil apapun akan dibalas-Nya kelak baik didunia ini dan di akhirat, seperti pada Hadits berikut :
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya.
Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tarmidzi no. 2465)
Akhir kata Selamat berbahagia yang sesungguhnya, jadikan segala apa yang kita lakukan termasuk dalam bekerja sebagai bagian dari ibadah, jalankan dengan sungguh-sungguh bukan mengharap atas apapun, tapi mengharap Ridho Allah semata, maka dunia pun dengan sendirinya akan engkau raih. Inilah kucinya.
Salam sukses mulia