Ketika proses hijrah saya merasa sedikit sekali ilmu agama yang saya miliki, sementara ilmu bisnis saya kejar kemana-mana mulai dari yang gratisan sampai yang berbayar mahal.
Kehausan akan ilmu agama mendorong saya untuk berguru kepada ustadz,kyai,ulama dari berbagai harakah. Sampai-sampai harus rutin pergi bolak balik keluar kota bahkan sampai menginap beberapa hari full untuk menimba ilmu.
Diperjalanan tersebut saya juga bertemu Hizbut Tahrir. Disinilah awal mula saya memahami konsep bangunan Islam yang utuh. Ternyata Islam demikian detil mengatur kehidupan manusia tidak sebatas urusan akidah, ibadah, akhlak seperti yang selama ini saya pahami. Namun juga sistem pemerintahan, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem pidana, politik, dll.
Di Hizbut Tahrir saya menjadi paham permasalahan bangsa ini yang ternyata sulit maju karena masih dijajah asing dengan pola penjajahan gaya baru, yang menjajah tanpa harus kirim pasukan seperti zaman penjajahan belanda dulu.
Dulu para pahlawan tak henti-hentinya teriakkan usir penjajah! Kini tak banyak yang meneriakkan itu terlebih dari kaum alim ulama. Dan salah satu yang sedikit meneriakkan secara konsisten dan beri penyadaran kepada masyarakat adalah Hizbut Tahrir.
Siapapun tidak bisa membantah fakta bahwa negeri ini sungguh dikaruniai oleh Allah SWT kekayaan alam yang berlimpah-ruah. Namun sayang, limpahan kekayaan alam itu sampai kini belum dapat dinikmati oleh mayoritas rakyat Indonesia.
Meski diliputi limpahan kekayaan alam, puluhan juta rakyat negeri ini tergolong miskin. Mayoritas rakyat di negeri ini justru hidup dalam kondisi yang tertindas dan sengsara. Negeri ini juga dilanda aneka masalah di segala bidang: ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dsb.
Negeri ini sesungguhnya tak pantas mengalami nasib seperti itu. Tentu semua orang bertanya-tanya mengapa kondisi seperti ini dapat menimpa negeri Indonesia kita? Jawabannya: kondisi ini adalah akibat Indonesia berada dalam cengkeraman neoliberalisme dan neoimperialisme.
Neoliberalisme adalah paham yang menghendaki pengurangan peran negara di bidang ekonomi. Menurut paham neoliberalisme, negara dianggap sebagai penghambat utama penguasaan ekonomi oleh individu, swasta atau korporat (perusahaan).
Pengurangan peran negara dilakukan melalui privatisasi (penguasaan oleh swasta/asing) atas sektor publik seperti migas, listrik, jalan tol dan lainnya; pencabutan subsidi komoditas strategis seperti migas, listrik, pupuk dan lainnya; penghilangan hak-hak istimewa BUMN melalui berbagai ketentuan dan perundang-undangan yang menyetarakan BUMN dengan usaha swasta.
Jadi, neoliberalisme sesungguhnya merupakan upaya pelumpuhan negara, selangkah menuju corporate state atau negara korporat (korporatokrasi). Artinya, pengelolaan negara dikendalikan oleh korporat (perusahaan swasta/asing).
Solusi terhadap permasalahan itu adalah dengan dikembalikan kepada syariah. Bagaimana bisa urusan kamar mandi saja ada aturannya apalagi urusan negara, Islam juga mengatur secara detail. Inilah yang diperjuangkan Hizbut Tahrir supaya syariat Islam tegak secara kaffah di negeri tercinta ini sehingga berikan kemaslahatan menjadi Islam rahmatan lil alamin.
Namun penjajah pun tidak akan tinggal diam ketika kepentingannya diusik. Melalui antek-anteknya kini Hizbut Tahrir terancam dibubarkan. Kita lihat saja episode selanjutnya sejauh mana mereka bisa melawan makar Allah sebagai sebaik-baik perancang.
Wa makaru wa makarallah, Wallahu Khairul makirin..
Agung Nugroho Susanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar