Hal BESAR di awali dari sesuatu yang kecil. Begitu pula dalam menggapai kesuksesan, tidak ada yang instan semua butuh proses dan perjuangan. Inilah blog mengenai perjalanan, pengalaman, pembelajaran, petunjuk, hidayah dan PERJUANGAN. Semoga kita dapat menggapai kesuksesan hidup di dunia dan akhirat.
banyak memberi banyak menerima
Minggu, 11 Juni 2017
Mungkinkah Sukses di Era Kapitalis ?
Pagi tadi saya mengisi sebagai narasumber dari sisi praktisi bisnis pada acara bedah buku Ekonomi Pasar Syariah yang ditulis oleh ust Dwi Condro,Ph.D.
Berhubung penulis buku sedang jalankan ibadah umroh, maka ikut "pembedah buku" ibu Siti Murtiyani,Ph.D yang juga pakar Ekonomi Islam.
Seharusnya ust Ismail Yusanto,MM juga turut serta, namun karena qadarullah baru dapat pesawat sekitar pukul 12.00 maka tidak dapat menjadi pemateri.
Setelah beberapa tahun terakhir saya mendalami Sistem Ekonomi Islam serta Fikih Muamalah bisnis. Saya menjadi paham bahwa di era kapitalisme saat ini sebagai muslimpreneur untuk menjalankan bisnis sesuai syariat itu tidak mudah.
Ibarat "Sandy" tokoh kartun pada film Sponge Bob, Sandy yang digambarkan sebagai seekor tupai harus menggunakan helm supaya bisa hidup di laut yang bukan habitatnya.
Artinya habitat ini seperti sistem, sistem kapitalis tentu sangat bertentangan dengan Islam. Akibatnya untuk jalankan bisnis supaya bisa bersaing dengan para kapitalis harus berikan upaya berkali lipat lebih besar.
Bagaimana tidak sebagai muslimpreneur yang terikat hukum syara dilarang terlibat transaksi/ akad yang mengandung maisir, gharar, riba dan akad bathil. Sementara dalam satu hal saja misal permodalan mereka dapat gunakan skema penggalangan modal melalui pola IPO/pasar modal yang tidak sesuai syariat.
Sistem ekonomi Islam hanya memberi kesempatan pada para pelaku ekonomi untuk terjun dalam bidang ekonomi di sektor riil saja, yaitu dalam bidang pertanian, industri manufaktur, perdagangan dan jasa yang dihalalkan.
Ekonomi Islam melarang masyarakat mengembangkan ekonomi di sektor non-riil. Sebab, pengembangan ekonomi di sektor non-riil (sektor keuangan) banyak melanggar hukum-hukum Islam. Praktik-praktik ekonomi yang terlarang tersebut pada saat inilah yang justru menjadi basis utama bagi tumbuhnya ekonomi di sektor non-riil tersebut.
Belum lagi dari sisi regulasi, para kapitalis ini dengan kekuatan modalnya bisa memainkan instrumen Undang-Undang/Aturan melalui para politisi/kepala daerah. Politisi ini juga membutuhkan modal saat mereka maju Pemilu/Pilkada, semacam simbiosis mutualisme.
Belum lagi dari sisi penguasaan SDA, dalam Islam tidak boleh dikuasai swasta/ perorangan, Karena masuk dalam Sektor kepemilikan umum (dikelola negara untuk sebesar-besarnya manfaatnya untuk rakyat) seperti: tambang-tambang yang besar, sumber-sumber minyak bumi, gas, batubara yang besar, sektor kehutanan.
Ini contoh sebagian kecil saja, masih banyak hal lain yang bertentangan dengan Islam.
Jadi bagi muslimpreneur saat ini ketika bersaing dengan mereka seperti pertandingan bela diri dimana kita hanya dibatasi untuk bobot kelas ringan serta hanya boleh menangkis, sementara mereka bebas mau kelas apa saja, bahkan boleh keroyokan dan menyerang gaya bebas.
Untuk itu bila ingin persaingan bisnis yang fair terlebih dahulu sistem ekonominya dirubah secara menyeluruh dengan sistem ekonomi Islam barulah persaingan bisnis benar-benar berdasar kompetensi.
Namun bukan berarti ini pembenaran kewajaran sebagai muslimpreneur kalah bersaing. Seperti saya bilang dibutuhkan upaya berlipat-lipat lebih besar supaya bisa bersaing di era kini dengan tetap jalankan bisnis sesuai syariat.
Salam Sukses Berkah Berlimpah!
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar