Allah SWT sendiri berfirman: Fa inna ma’al ‘usri yusr[an], inna ma’al usri yusra (Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan; sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan (TQS al-Insyirah [94]: 5).
Menarik sekali, dalam ayat di atas Allah SWT menggunakan kata ma’a (bersama), bukan ba’da (sesudah). Dengan demikian ayat di atas lebih tepat diterjemahkan dengan, “Sesungguh-nya bersama kesulitan ada kemudahan,” bukan, “Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemuda-han.” Mengapa demikian? Alasannya, sebagai-mana dinyatakan oleh Imam ar-Razi dalam Mafatih al-Ghaib, karena jarak waktu antara kesulitan dan kemudahan itu sangat pendek sehingga seolah keduanya susul-menyusul, berbarengan, beriringan atau berdampingan.
Selain itu, Imam ar-Razi menukil sebuah hadis qudsi sebagaimana dituturkan oleh Ibn Abbas ra. bahwa Rasul saw. pernah bersabda, “Allah SWT telah berfirman: Khalaqtu ‘usr[an] bayna yusrayn. Fala yaghlibu ‘usyr[un] yusrayn (Aku telah menciptakan satu kesulitan di antara dua kemudahan. Karena itu tidak akan pernah satu kesulitan bisa mengalahkan dua kemudahan).”
Ini sejalan dengan sabda Rasul saw. yang lain, sebagaimana dituturkan oleh Muqatil ra., “Tidak akan pernah satu kesulitan bisa mendominasi dua kemudahan.” (Lihat: Ar-Razi, Mafatih al-Ghayb, XVII/92).
.
Karena itulah, sejatinya kita bukan saja siap menghadapi kesulitan, tetapi bahkan kesiapan itu harus disertai dengan optimisme dan kegembiraan karena pasti dalam waktu yang singkat akan hadir dua kemudahan. Karena itu pula tidak aneh jika banyak ulama dulu yang seolah-olah berharap musibah datang kepada mereka. Pasalnya, mereka amat yakin, di balik kesulitan menghadapi musibah yang menimpa mereka, Allah SWT telah menyediakan karunia terindah untuk mereka.
.
Sumber : mustanir.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar