Bila standar baik-buruk adalah perasaan maka kacaulah kehidupan ini.
Seperti yang sering terjadi sekarang ini.
Yang satu berkata A itu benar, yg lain berkata B yang benar, terus begitu tiada henti.
Akal manusia itu terbatas, bagi orang yg mengaku beriman harusnya hanya standar Allah SWT yang dijadikan rujukan diri.
Kalau perasaan jadi acuan tentu hukum rajam, potong tangan dan qisos terlihat nampak kejam sekali.
Jadikan standar syariat dalam mengukur sebuah peristiwa yang tervalidasi.
Bukan dengan dalih, menggunakan dalil umum untuk menjudge, padahal ada dalil khusus dari suatu peristiwa hakiki.
Maka diperlukan ilmu, setidaknya paham ushul fiqih atau bertanya kepada ulama sejati.
Begitu kalau benar-benar kebenaran yang dicari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar