Uang DP hangus bolehkah menurut Islam ?
JUAL BELI DENGAN DP dalam islam disebut BAI
AL URBUUN.
Contoh A membeli rumah milik B seharga Rp 500 juta, dan A telah memberikan kepada B DP (Uang muka) sebesar Rp 50 juta.
Jika A meneruskan jual beli tersebut, maka uang muka tsb dianggap sebagai bagian dari harga,
Jadi A tinggal membayar Rp 450 juta kepada B.
Jika A membatalkan jual beli tsb, maka uang muka tsb (Rp 50 juta) menjadi hak B.
Nah terdapat perbedaan ada ulama yg membolehkan dan ada yang mengharamkan.
Menurut kami yg rajih/kuat adalah yg membolehkan.
Dalilnya dalamH R Abdur Razzaq.
Dari Nafi’ bin Abdul Harits bahwa dia membeli untuk Umar rumah tahanan dari Shafwan bin Umayyah seharga 4000 dirham. Jika Umar ridha, maka jual belinya jadi dan jika Umar tidak ridha, maka Shafwan mendapat 400 dirham.
Terdapat hadits yang membolehkan jual beli urbun, yaitu dari Zaid bin Aslam (kibaar tabi’iin) :
عن زيد بن اسلم أنه سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن العربون في البيع فأحله
Dari Zaid bin Aslam bahwa dia bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai urbuun dalam jual beli, maka Rasulullah menghalalkannya. (HR Abdur Razaq, dalam Al Mushonnaf).
Hadits tersebut hadits mursal (tak disebut perawi di level shahabat), tapi menurut pendapat Taqiyuddin Nabhani, hadits mursal dapat menjadi hujjah/dalil. (Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 1/342).
Beberapa catatan lain :
1.Uang muka selain dalam akad jual-beli, boleh
pula dilakukan pada akad ijarah (akad
sewa/jasa), seperti akad sewa mobil, sewa
rumah, sewa kamar hotel, dsb atau akad jasa
dokter, arsitek, dil; (Rafig Yunus Al Mashri, Bai' Al 'Urbuun, him. 43; Wahbah Az Zuhaili, Bai' Al 'Urbuun, hlm. 9; Imam Syaukani, Nailul Authar, hlm. 1036).
2.Wajib ditetapkan jangka waktu tertentu (al
muddah al muhaddadah) antara penjual dan
pembeli sebagai waktu tunggu bagi pembeli
untuk mengambil keputusan, apakah jual
belinya diteruskan atau dibatalkan. (Ziyad Ghazal,Masyru Qanun Al Buyu', hlm. 113).
3.Uang muka tidak dibolehian pada akad bal'us salam (jual bell pesan), karena dalam jual beli pesan seluruh harga harus diserahkan oleh pembeli kepada penjual pada saat akad. (Ziyad Ghazal,Masyru Qanun Al Buyu', hlm. 114).
-jika akadnya bai'al istishnaa' (jual beli pesan buat)dimana penjual adalah pembuat barang, boleh ada DP
4.Uang muka tidak boleh pula terjadi pada akad sharf (pertukaran mata uang), karena dalam sharf harus terjadi serah terima secara segera di majelis akad.
-Adanya uang muka akan berakibat adanya penundaan sebagian uang yang akan ditukar sehingga mengakibatkan Sharf tidak sah.(Ziyad Ghazal,Masyru Qanun Al Buyu',hlm 114)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar