Syarat “Barang Yang Sudah Dibeli Tidak Bisa Dikembalikan ?”Bolehkah menurut Islam
Tidak boleh dalam jual beli menetapkan suatu syarat yang berbunyi “setiap barang yang sudah dibeli tak dapat ditukar atau dikembalikan,” karena syarat ini bertentangan dengan syara’, yaitu adanya khiyar ‘aib yang dimiliki oleh pembeli. Khiyar ‘aib adalah hak pilih (opsi) yang dimiliki oleh pembeli untuk memilih antara meneruskan atau membatalkan (fasakh) jual beli jika terdapat cacat pada barang yang sudah dibeli.
Dalilnya dalam HR Ibnu Majah Rasulullah bersabda“Jika kamu membeli, maka katakanlah [kepada penjual],”Tidak boleh ada penipuan.” Kemudian pada settiap barang yang sudah kamu beli, kamu mempunyai pilihan selama tiga malam. Jika kamu rela, peganglah barang itu, dan jika kamu tidak rela, kembalikanlah barang itu kepada penjualnya.”
Mengenai jangka waktunya khiyar ‘aib boleh lebih dari tiga hari asalkan sesuai kesepakatan penjual dan pembeli.
Setiap syarat yang bertentangan dengan syara’ tidak diperbolehkan, sesuai sabda Nabi SAW :
“Setiap-tiap syarat yang tidak sesuai dengan Kitabullah, maka syarat itu batil, meskipun ada seratus syarat.” (HR Bukhari, no. 2729; Muslim, no. 1504; Ibnu Majah, no. 2521).
Mengenai jangka waktu dalam khiyar ‘aib ini, menurut ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i, lamanya maksimal tiga hari saja. (Imam Al-Kâsâni, Badâ`i’u Ash-Shanâ`i’, 5/174; Imam Al-Khathib Asy-Syarbini, Mughni Al-Muhtâj, 2/47). Menurut ulama Hanabilah, boleh lebih dari tiga hari (Imam Ibnu Qudamah, Al-Mughnî, 3/585). Menurut ulama Malikiyyah, jangka waktunya berbeda-beda sesuai barangnya. Jika berupa buah-buahan, maksimal satu hari. Jika berupa baju atau hewan ternak, maksimal tiga hari. Jika berupa rumah, jangka waktunya satu bulan, dan seterusnya. (Imam Ad-Dasuki, Hâsyiyah Ad-Dasûqî, 3/91).
Pendapat yang râjih (lebih kuat) menurut kami, adalah pendapat bahwa jangka waktunya boleh lebih dari tiga hari asalkan sesuai kesepakatan penjual dan pembeli, berdasarkan sabda Rasulullah Nabi SAW :
“Kaum Muslimin mengikuti syarat-syarat yang mereka sepakati di Antara mereka, kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu yang halal atau yang menghalalkan sesuatu yang haram.” (HR Abu Dawud, no. 3594; Ibnu Hibban, no. 5091; Tirmidzi, no. 1370).
(Diambil dari Materi Tanya Jawab bersama Guru kami KH M Shiddiq Al Jawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar