Pegadaian bolehkah menurut Islam?
Jika kita kaji secara cermat, maka kita dapat menyimpulkan bahwa transaksi yang ada di pegadaian konvensional adalah termasuk transaksi utang-piutang (qardh) dengan menggunakan jaminan utang (rahn). Hukum dari transaksi pegadaian ini adalah haram, karena dalam pengembalian utang tersebut
ada kewajiban memberikan bunga (sewa modal) berupa prosentase tertentu.
Adanya tambahan bunga atas pokok hutang tersebut dapat dikategorikan sebagai riba nasi'ah yang haram hukumnya.
Untuk memahami bagaimana praktik pegadaian konvensional, marilah kita lihat contoh praktik transaksinya sebagai berikut (Abdurrahman, 2012):
1. Nasabah datang ke pegadaian dengan membawa barang gadaiannya.
2. Barang gadaian akan ditaksir oleh pihak pegadaian. Misalnya, barangnya senilai 10 juta rupiah.
3. Dengan nilai barang gadaiannya it, nasabah berhak mendapatan utang 92 % dari nilai taksirannya, yaitu sebesar 9,2 juta rupiah.
4. Untuk mendapatkan utang tersebut, nasabah juga harus membayar beaya administrasi.
5. Jika nasabah mengambil jangka waktu utangnya 4 bulan (120 hari), maka setelah jatuh tempo, untuk menebus barangnya nasabah harus membayar pokok hutangnya ditambah dengan bunga (sewa modal) sebesar 12,8%.
6.Total pembayaran yang harus diberikan oleh nasabah adalah : Rp.9.200.000 + (12,8 % x Rp.9.200.000) = Rp.10.380.000
Yang dimaksud dengan riba nasiah adalah:
"'Tambahan yang diberikan sebagai pengganti dari waktu (tempo)"
Dalil tentang haramnya riba nasi'ah, di antaranya adalah berdasarkan sabda Nabi SAW:
"Jika seseorang memberi pinjaman (qardh), janganlah dia mengambil hadiah." (HR Bukhari, dalam kitabnya At-Tarikh Al-Kabir).
“Setiap utang-piutang yang menghasilkan manfa'at adalah riba" (HR. Baihaqi).
“Setiap pinjam meminjam yang menghasilkan manfaat adalah salah satu cabang daripada riba.” (HR.Baihaqi)
(Diambil dari materi guru kami Ust.Dwi Condro,Ph.D)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar