Dalam kitab An Nizham Al Iqtishadi fi Al Islam, Imam Taqiyuddin An Nabhani mengatakan,”Simsar (makelar) adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan upah (komisi) baik untuk menjual maupun untuk membeli.”
Maka dari itu, boleh bagi makelar mengambil upah dari kedua belah pihak, yaitu pembeli dan penjual, jika calo tersebut memang bekerja untuk pembeli dan penjual.
Jika calo hanya bekerja untuk penjual, dan tidak bekerja untuk pihak pembeli, maka dia tidak boleh minta upah dari pembeli, melainkan hanya boleh minta upah dari penjual. Demikian pula sebaliknya, jika calo hanya bekerja untuk penjual, tidak boleh dia minta upah dari pembeli. Calo hanya boleh meminta upah dari penjual.
Dalam masalah tersebut, Syeikh Abdurrahman bin Shalih Al Athram mengatakan,
“Jika tidak terdapat syarat atau kebiasaan tertentu, maka upah bagi calo dibebankan kepada pihak yang memperoleh jasa perantaraan dari kedua belah pihak (penjual dan/atau pembeli). Jika calo memberi jasa perantaraan bagi penjual, maka upah calo menjadi kewajiban penjual. Jika calo memberi jasa perantaraan bagi pembeli, maka pembelilah yang wajib memberi upah.
Jika calo memberi jasa perantaraan bagi penjual dan pembeli sekaligus, maka upah calo itu menjadi kewajiban penjual dan pembeli.” (Abdurrahman bin Shalih Al Athram, Al Wasathah At Tijariyyah fi Al Mu’amalat Al Maliyah, hlm. 382).
Sumber : Tanya Jawab Guru Kami KH.Shiddiq Al Jawi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar